Perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati (triple planetary crisis) merupakan salah satu tantangan berat yang dihadapi oleh masyarakat global, termasuk Indonesia. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan ekonomi sirkular untuk menggantikan ekonomi linear yang jamak diimplementasikan saat ini. Siklus ekonomi linear ambil-guna-buang banyak menyebabkan masalah, terutama untuk barang produksi yang tidak ramah lingkungan dan sulit didaur ulang. Lain halnya dengan ekonomi sirkular, sebuah sistem ekonomi yang didasarkan pada prinsip daur ulang dan penggunaan kembali sumber daya alam. Sistem ini bertujuan untuk mengurangi limbah dan emisi, serta menjaga kelestarian lingkungan.
Ekonomi sirkular berkaitan erat dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs), yang telah disepakati bersama negara-negara dunia melalui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 2015. TPB menjadi agenda dunia dalam melaksanakan pembangunan yang menyelaraskan pencapaian kesejahteraan masyarakat dengan kelestarian bumi. Ekonomi sirkular telah terbukti berhasil diterapkan di beberapa negara, seperti Uni Eropa, Belanda, Denmark, Jepang, Kanada, Italia, dan Perancis. Mengambil contoh Denmark, salah satu negara maju yang berhasil mengurangi timbulan serta dampak buruk sampah dan limbah dengan berfokus pada peningkatan efisiensi energi serta pengembangan teknologi yang ramah lingkungan. CopenHill menjadi perwujudan aksi nyata tersebut, sebuah pembangkit listrik tenaga limbah yang mampu mengubah 440.000 ton limbah menjadi energi bersih setiap tahun secara menakjubkan juga menjadi destinasi menarik bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas luar ruangan didukung lokasinya yang dekat dengan pusat Ibu Kota Denmark.
Artikel ini ditulis dalam rangka memenuhi Syarat Kelulusan Program Kepemimpinan SDG Angkatan 5 yang diselenggarakan oleh SDG Academy Indonesia, UNDP Indonesia, Kementerian PPN/Bappenas, dan Tanoto Foundation pada Oktober 2023 s.d. Maret 2024.
Dalam penerapan ekonomi sirkular, masih banyak kendala yang dihadapi. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Laporan Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup pada tahun 2018. Laporan tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketidakpedulian terhadap pengelolaan sampah di Indonesia tergolong tinggi, dengan nilai indeks 0,72.
Kajian Kepedulian Sampah pada Anak Usia Dini di Kota Palembang yang dilaksanakan oleh Bappeda Litbang Kota Palembang tahun 2023 mengungkap beberapa fakta menarik, antara lain: 1) Baru 25% anak-anak yang memahami konsep pengurangan sampah plastik melalui Bank Sampah; 2) Baru 33,33% anak-anak yang mengetahui jenis-jenis sampah yang dapat terurai; 3) Baru 50% anak-anak yang memahami konsep recycle sampah plastik; dan 4) Baru 58,30% anak-anak yang dapat mengidentifikasi tempat sampah sesuai jenis sampahnya. Padahal beberapa praktik sederhana penerapan ekonomi sirkular tidaklah sulit untuk dilaksanakan, terutama bersama anak-anak. Misalnya, orang tua bersama-sama dengan anak dapat memilah sampah berdasarkan jenisnya untuk kemudian dikumpulkan dan ditabung ke bank sampah.
Survei lanjutan yang dilaksanakan oleh Kelompok Kerja Capstone Project Manajemen 2 Program Kepemimpinan SDG Angkatan 5 yang diselenggarakan oleh SDG Academy Indonesia, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat terhadap ekonomi sirkular relatif masih kurang, dengan skor rata-rata 72,33/150. Selain itu, mayoritas responden belum pernah mengetahui konsep ekonomi sirkular (51,46%); belum mengelola sampah dengan baik (77,67%); dan belum pernah memberikan pendidikan/pengetahuan terkait ekonomi sirkular pada anak-anaknya (72,82%).
Dari berbagai hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan ekonomi sirkular merupakan salah satu cara untuk mendorong penerapan ekonomi sirkular di masyarakat. Pendidikan ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya anak-anak, tentang pentingnya menjaga lingkungan dan menerapkan gaya hidup berkelanjutan.
Pendidikan ekonomi sirkular memegang peranan krusial dalam membentuk anak-anak sebagai generasi penerus yang peduli lingkungan, yang akan menentukan arah masa depan dunia. Fokus utama pendidikan ini adalah membantu anak-anak memahami pentingnya menjaga lingkungan, menyadarkan mereka tentang keterbatasan sumber daya alam yang perlu dikelola dengan bijak. Selain itu, pendidikan ekonomi sirkular turut berkontribusi pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, membekali anak-anak dengan kemampuan mengevaluasi dampak tindakan mereka terhadap lingkungan, mendorong pemikiran yang lebih analitis.
Lebih jauh, pendidikan ini berperan dalam mengubah perilaku anak-anak menjadi lebih berkelanjutan, mengajarkan mereka menerapkan gaya hidup yang lebih hemat dan ramah lingkungan. Penyelenggaraan pendidikan ekonomi sirkular dapat dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari integrasinya sebagai mata pelajaran di sekolah hingga kegiatan informal seperti seminar dan workshop. Peran orang tua juga sangat penting dalam menyampaikan nilai-nilai ekonomi sirkular kepada anak-anak di lingkungan rumah. Media pembelajaran, seperti buku cerita bergambar, video edukasi, dan permainan interaktif, menjadi sarana efektif dalam menyampaikan konsep-konsep tersebut kepada anak-anak.
Buku cerita bergambar dapat menjadi pilihan media pembelajaran visual yang menarik bagi anak untuk meningkatkan literasi mereka. Gambar-gambar dalam cerita dapat membantu anak-anak memahami cerita dan memperkaya kosakata mereka. Gambar-gambar tersebut juga bersifat komunikatif dan hidup, sehingga dapat membuat cerita menjadi lebih menarik. Buku cerita bergambar dapat membantu untuk mendiseminasikan onsep ekonomi sirkular yang tertuang dalam 9R dengan penyampaian yang menarik dan relevan. Misal, mendesain buku cerita bergambar secara berjenjang atau secara berseri. Setiap jenjang atau seri membawa muatan pesan spesifik, R0 (Refuse), R1 (Rethink), R2 (Reduce), R3 (Reuse), R4 (Repair), R5 (Refurbish), R6 (Remanufacture), R7 (Repurpose), R8 (Recycle), dan R9 (Recover).
Pendidikan ekonomi sirkular adalah investasi jangka panjang yang akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Dengan membekali anak-anak dengan pengetahuan dan keterampilan ekonomi sirkular, kita dapat menciptakan generasi penerus yang peduli lingkungan dan mampu membangun masa depan yang berkelanjutan. (idrf)